Archive for Desember 2014

[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

KONSEP TOLERANSI ISLAM (KTI) SEBAGAI PENGENDALI KONFLIK ANTAR PELAJAR DI BANTEN




Pengertian Tawuran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), yang dimaksud dengan tawuran adalah perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan beramai-ramai. Berdasarkan definisi, maka kata tawuran pelajar dapat diartikan sebagai perkelahian yang dilakukan secara massal / beramai-ramai antara sekelompok pelajar dengan sekelompok pelajar lainnya. Menurut Mansoer (dalam Solikhah, 1999) perkelahian pelajar atau yang biasa disebut dengan tawuran adalah perkelahian massal yang merupakan perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-laki yang ditujukan pada kelompok pelajar dari sekolah lain.
Menurut Mustofa (1998), tawuran pelajar dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu :
a. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar dari sekolah yang berbeda yang mempunyai rasa permusuhan yang telah terjadi turun-temurun/bersifat tradisional.
b. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar. Kelompok yang satu berasal dari satu sekolah, sedangkan kelompok yang lainnya berasal dari suatu perguruan yang didalamnya tergabung beberapa jenis sekolah. Permusuhan yang terjadi di antara dua kelompok ini juga bersifat tradisional.
c. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar. Kelompok yang satu berasal dari suatu sekolah, sedangkan kelompok lawannya merupakan koalisi / gabungan dari berbagai macam sekolah yang sejenis. Rasa permusuhan yang terjadi diantara dua kelompok ini juga bersifat tradisional.
d. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar dari sekolah yang berbeda yang bersifat insidental. Perkelahian jenis ini biasanya dipicu situasi dan kondisi tertentu. Misalnya suatu kelompok pelajar yang sedang menaiki bus secara kebetulan berpapasan dengan kelompok pelajar yang lainnya. Selanjutnya terjadilah saling ejek mengejek sampai akhirnya terjadi tawuran.
e. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar dari sekolah yang sama tetapi berasal dari jenjang kelas yang berbeda, misalnya tawuran antara siswa kelas II dengan siswa kelas III.
Pengertian Toleransi
Secara etimologi berasal dari kata tolerance (dalam bahasa Inggris) yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Di dalam bahasa Arab dikenal dengan tasamuh, yang berarti saling mengizinkan, saling memudahkan. (Al-Munawar, Said. 2001).  Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa toleransi merupakan tindakan atau sikap yang mampu menghargai dan menghormati segala bentuk perbedaan yang ada dan menjaganya dalam kehidupan bermasyarakat atau dengan kata lain mampu hidup berdampingan dengan perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. (Hasyim, Umar. 1979)
 W.J.S Poerwadarminto menyatakan Toleransi adalah sikap atau sifat menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaa maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri. (Poerwadarminto, W.J.S.1986) 2. Dewan Ensiklopedia Indonesia Toleransi dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi manusia. (Dewan Ensiklopedia Indonesia. 1988) Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa toleransi adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dipegang sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut. (Ali, M. Daud dkk.1989) Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsip sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaannya hanya pada aspek-aspek yang detail dan teknis bukan dalam persoalan yang prinsipil.

Toleransi dalam Islam
Sebenarnya toleransi lahir dari watak Islam, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dapat dengan mudah mendukung etika perbedaan dan toleransi. AlQur'an tidak hanya mengharapkan, tetapi juga menerima kenyataan perbedaan dan keragaman dalam masyarakat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Hujurat ayat 13:
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. alHujurat: 13)”. (Departeman Agama Republik Indonesia. 1989).
Ayat tersebut menunjukkan adanya ketatanan manusia yang essensial dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang memisahkan antara golongan yang satu dengan golongan yang lain, manusia merupakan tiap keluarga besar. Di dalam memaknai toleransi ini terdapat dua penafsiran tentang konsep tersebut. Pertama, penafsiran negatif yang menyatakan bahwa toleransi itu cukup mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain baik yang berbeda maupun yang sama. Sedangkan, yang kedua adalah penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain.
Toleransi pada kaum muslimin seperti yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW, diantaranya sebagai berikut:
a.       Tidak boleh memaksakan suatu agama pada orang lain. Di dalam agama Islam orang muslim tidak boleh melakukan pemaksaan pada kaum agama lainnya, karena memaksakan suatu agama bertentangan dengan firman Allah SWT di dalam surat al-Kafirun: 1 -6.

Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, Dan aku
tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah
(pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan
untukkulah, agamaku". (QS. al-Kafirun: 1-6) .

Di situ dijelaskan bahwa orang-orang muslim tidak menyembah apa yang di sembah oleh orang-orang kafir, begitu pula orang-orang kafir tidak menyembah apa yang di sembah oleh orang muslim. Di situ juga dijelaskan bahwa bagi kita agama kita (orang muslim) dan bagi mereka agama mereka (orang kafir).

b.      Tidak boleh memusuhi orang-orang selain muslim atau kafir. Perintah Nabi untuk melindungi orang-orang selain muslim seperti yang dilakukan oleh Nabi waktu berada di Madinah. Kaum Yahudi dan Nasrani yang jumlahnya sedikit dilindungi baik keamanannya maupun dalam beribadah. Kaum muslimin dianjurkan untuk bisa hidup damai dengan masyarakat sesamanya walaupun berbeda keyakinan.
Dalam salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda:

Diriwayatkan bahwa Hisyam bin Hakim melihat seorang ahli dzimmah sedang
berdiri di bawah terik matahari. Lalu dia bertanya kepada orang-orang di
sekitarnya mereka berkata: orang tersebut adalah orang yang wajib membayar
denda/upeti. Hisyam mendengar Rasulullah bersabda: siapa menyakiti manusia
di dunia, Allah pasti menyiksanya di akhirat” (HR.Ahmad). (Khotimatul Husna,
40 Hadits Sahih Pedoman Membangun Toleransi)

c. Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia Hidup rukun antar kaum muslim maupun non muslim seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW akan membawa kehidupan yang damai dan sentosa, selain itu juga dianjurkan untuk bersikap lembut pada sesama manusia baik yang beragama Islam maupun yang beragama Nasrani atau Yahudi. (Al-Mukhdor, Yunus Ali. 1994)
d. Saling tolong menolong dengan sesama manusia Dengan hidup rukun dan saling tolong menolong sesama manusia akan membuat hidup di dunia yang damai dan tenang. Nabi memerintahkan untuk saling menolong dan membantu dengan sesamanya tanpa memandang suku dan agama yang dipeluknya. Hal ini juga dijelaskan dalam al-Qur'an pada penggalan surat al-Ma'idah ayat 2 sebagai berikut:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa di dalam al-Qur'an dijelaskan dengan sikap tolong menolong tidak hanya pada kaum muslimin tetapi dianjurkan untuk tolong menolong kepada sesama manusia baik itu yang beragama Islam maupun non Islam. Selain itu juga seorang muslim dianjurkan untuk berbuat kebaikan di muka bumi ini dengan sesame makhluk Tuhan dan tidak diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada manusia. Di situ dikatakan untuk tidak mematuhi sesamanya. Selain itu juga dilarang tolong menolong dalam perbuatan yang tidak baik (perbuatan keji atau dosa).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Tawuran
Aktornya dalam hal ini adalah remaja pelajar yaitu anak-anak remaja yang duduk di bangku SMA. Ciri khas sosial mereka adalah memiliki solidaritas sosial atau solidaritas kelompok yang tinggi, mudah mengalami frustasi dan kekecewaan, mudah mengalami ketidak nyamanan karena lingkungan sosial fisik yang tidak menyenangkan seperti panas, bising, berjubel.
Menurut teori behaviorisme bahwa tabeat dan tingkah laku manusia terbentuk dari hasil proses pembelajaran dan evolusi lingkungan. Tingkah laku manusia menjadi masalah apabila mereka menerima pembelajaran dan lingkungan yang salah. Dalam pandangan psikologi (Solikhah, Z. 1999), setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar.
Apabila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar, yaitu:
1. Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang/pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara singkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin,mudah frustasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan temantemannya, akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari indentitas yang dibangunnya. Parenting yang sangat otoriter atau terlalu mengizinkan, antagonisme, penolakan dan komunikasi yang kurang baik di rumah berkaitan dengan tertariknya remaja kepada teman sebaya karena mereka berhubungan dengan konsep diri negatif remaja dan penyesuaian emosional yang kurang memadai.
3. Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam
“mendidik” siswanya.
 4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba, tayangan kekerasan di TV yang hampir tiap hari disaksikan). Begitu pula sarana tranportasi umum yang sering menomor sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bias negara) yang penuh kekerasan seperti yang kita saksikan di tayangan buser, sergap, patroli, dll. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi. Terutama untuk perbuatan-perbuatan anti sosial dan kekerasan seperti yang sering ditayangkan di TV. Yang semuanya itu sadar atau tidak, bisa memicu tindak kekerasan pada remaja. Rasa solidaritas kelompok yang tinggi pada para pelajar SMA, bukan hanya terjadi ketika mereka senang, melainkan juga terjadi saat-saat duka, ada ancaman, kesulitan dan sebagainya.

Dampak Tawuran antar Pelajar
Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, karenanya memilih melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Perkelahian pelajar atau tawuran pelajar jelas merugikan banyak pihak. Paling tidak terdapat empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar :

Pertama, pelajar dan keluarganya yang terlibat perkelahian mengalami dampak negative pertama, bila mengalami cedera, cacat seumur hidup atau bahkan tewas;

Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti taman kota, trotoar (vas bunga), bus, halte dan fasilitas lainnya serta fasilitas pribadi, seperti kendaraan, pecahnya kaca tokotoko, dll.;

Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah;

Keempat, berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Akibat yang terakhir ini memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
Peranan KTI dalam Pendidikan
Pendidikan formal mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai dan budaya nusantara dari derasnya perkembangan teknologi dari Negara-Negara maju. Artinya, pendidikan kita harus tetap mempertahankan tradisi akademik yang kokoh. Yang merupakan bukti eksistensinya terjaga dalam menjaga keaslian iklim akademik. Pendidikan harus tetap menjaga dan melestarikan lima aspek dalam membentuk peserta didik yaitu (1) dimensi intelektual; (2) dimensi kultural; (3) dimensi nilai-nilai transendental; (4) dimensi keterampilan fisik/jasmani; (5) dimensi pembinaan kepribadian manusia sendiri. (Wijdan SZ., Ade Dkk. 2007).
 Kenyataannya, lembaga pendidikan senantiasa mengabaikan kelima aspek diatas, pada akhirnya menyebabkan hilangnya peran proses persemaian nilai-nilai dan budaya kesantunan dan religiusitas yang inklusif. Upaya menciptakan dinamika peradaban manusia yang berbasis ragam merupakan keniscayaan bagi suatu Negara berkembang. Arah pengembangannya tidak boleh kontra produktif dengan nilai-nilai dasar keagamaan dan budaya Timur. Kehidupan masyarakat mengutamakan gaya hidup bebas, budaya pesta, dan perbedaan status sosial. Hal ini agar tidak terjadi krisis intelektual dan moral manusia. Apalagi kehidupan global, langsung maupun tidak langsung, berpengaruh terhadap nilai-nilai kehidupan masyarakat maupun bangsa.
Pendidikan merupakan cagar budaya dan sistem sosial berpengaruh membentuk kepribadian dan interaksi sosialnya. Pendidikan toleransi, dalam perspektif Islam, tidak dapat dilepaskan dengan konsep pluralitas, sehingga muncul istilah Pendidikan Islam Pluralis Multikultural. Konstruksi pendidikan semacam ini berorientasi pada proses penyadaran yang berwawasan pluralitas secara agama, sekaligus berwawasan multikultural. Dalam kerangka yang lebih jauh, konstruksi pendidikan Islam pluralis-multikultural dapat diposisikan sebagai bagian dari upaya secara komprehensif dan sistematis untuk mencegah dan menanggulangi konflik etnis agama, tawuran, dan integrasi bangsa. Nilai dasar dari konsep pendidikan ini adalah toleransi. (Ngainun Naim dan Achmad Sauqi. 2008).
Islam inklusif adalah paham keberagamaan yang didasarkan pada pandangan bahwa agama-agama lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung kebenaran dan dapat memberikan manfaat serta keselamatan bagi penganutnya. Di samping itu, ia tidak semata-mata menunjukkan pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, melainkan keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan. Sebaliknya, eksklusif merupakan sikap yang memandang bahwa keyakinan, pandangan, pikiran, dan prinsip diri sendirilah yang paling benar, sementara keyakinan, pandangan, pikiran, pikiran, dan prinsip yang dianut orang lain adalah salah, sesat, dan harus dijauhi. (Wijdan SZ., Ade Dkk. 2007) Konsep Toleransi Islam memberikan peranan yang sangat penting dalam pendidikan guna membentuk akhlak siswa, memberi sebuah pandangan bahwa walaupun berbeda dalam segi agama, status sosial dan budaya, tetapi tetap harus bersatu dalam menjunjung tinggi persaudaraan, sikap saling menghormati, dan menyelesaikan masalah dengan cara damai dengan musyawarah.
Penerapan Konsep Toleransi Islam (KTI)
Islam mengajarkan pentingnya untuk toleransi menghargai adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia baik sisi fisik, pemikiran budaya dan lain-lain agar jangan sampai mengakibatkan perseteruan dan permusuhan. Berikut langkah langkah dalam mengendalikan konflik antar pelajar menggunakan Konsep Toleransi Islam :
1. Meningkatkan iman dan taqwa dalam pendidikan agama Meningkatkan program – program yang sasarannya adalah memperkuat keimanan para pelajar. Aktivitas ini dapat meliputi program kegiatan belajar mengajar, seminar, ceramah, ataupun organisasi kerohanian yang dapat meningkatkan perasaan bertanggungjawab dan mengurangi perasaan mementingkan diri sendiri (Al-Qudsi & Abu Bakar, 2006). Agama Islam menegaskan bahwa manusia perlu meningkatkan keimanannya agar Allah SWT berkenan menyatukan hati manusia yang cenderung tidak bersatu dengan yang lainnya.
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang – orang yang beriman).
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya
kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah
mempersatukan mereka”. (QS Al-Anfal:63).
2. Pendekatan persaudaraan Konsep persaudaraan atau persahabatan ini amat ditekankan dalam Islam.

Sesungguhnya orang – orang mukmin bersaudara karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu”. (QS Al-Hujurat:10).
Konflik juga bisa diarahkan sebagai gejala yang konstruktif dan produktif dengan cara mengembangkan sikap saling menghormati dan kemauan untuk saling mengenal dengan yang lainnya. Perbedaan warna kulit, bangsa, bahasa dan sebagainya memang sering menjadikan manusia berlainan dari segi pemikiran, pandangan, persepsi, kepribadian dan pemahaman. Tetapi perbedaan ini hendaknya dipahami sebagai perintah Allah SWT untuk saling mengenal dan bekerjasama antara satu dan lainnya dan bukan untuk permusuhan.
3. Musyawarah Agama Islam mengajarkan bagaimana menyelesaikan perbedaan atau pertentangan dengan cara-cara damai. Sebenarnya konsep resolusi konflik dalam Islam cenderung memiliki kesamaan dengan manajemen konflik secara umum. Dalam Islam resolusi konflik dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya musyawarah dan perdebatan. Konsep musyawarah telah dianggap sebagai salah satu mekanisme dalam sistem manajemen yang Islami. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberhasilan pemerintahan Rasulullah SAW dan Khulafa alRasyidin dalam membangun dan mengembangkan kota Madinah yang penduduknya mempunyai latarbelakang yang berbeda (al-Qudsi & Abu Bakar, 2006).
Salah satu prinsip pemerintahan Qur’ani bagi masyarakat plural yang dicontohkan Beliau dan para sahabatnya adalah musyawarah sebagai mekanisme penyelesaian konflik.

“Dan (bagi) orang yang mau menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka”. (QS Asy-Syuura:38)
4. Metode penyuluhan dan pelatihan Metode penyuluhan digunakan untuk memberikan penyuluhan melalui tatap muka seperti bimbingan langsung kepada para siswa yang belum terlibat (untuk preventif) dan kepada siswa yang sering terlibat tawuran. Sedangkan metode pelatihan digunakan untuk memberikan latihan dan pendidikan kepada siswa bagaimana seharusnya berbuat anti kekerasan dan perkelahian, dan bagaimana trik-trik mengatasi masalah psikologis yang sedang mereka hadapi.

DAFTAR PUSTAKA
Departeman Agama Republik Indonesia. 1989. Al Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: Mahkota Surabaya. Al-Qudsi, Syarifah Hayati Syed Ismail & Abu Bakar, Mohd Mauli Azli Bin. 2006
Etika Penyelesaian Konflik dalam Pentadbiran Islam: Suatu perbandingan. Malaysia:University of Malaya, Jurnal Syariah, 14:1, p. 122.. Winardi, Prof. Dr. SE. 2004. Manajemen Konflik Perubahan dan Pengembangan., Bandung: Mandar Maju. Wijdan SZ., Ade Dkk. 2007. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Safiria Insania Press. Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi. 2008. Pendidikan multikultural: Konsep dan
Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Al-Munawar, Said Agil Husin. 2001. Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta: Ciputat Press. Hasyim, Umar. 1979. Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam
Sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, Surabaya : PT. Bina Ilmu. Poerwadarminto, W.J.S.1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dewan Ensiklopedia Indonesia. 1988. Ikhtiar Baru Van Hoeve. Jakarta: Ensiklopedia Indonesia Jilid 6. Ali, M. Daud dkk.1989. Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Balai Pustaka.

GERAKAN EDUKASI KONSERVASI TELADAN (EDUKOSTEL) SEBAGAI PELESTARI HUTAN MANGROVE DALAM MITIGASI BENCANA DI PANTAI LONTAR SERANG BANTEN






Indonesia merupakan negara yang mempunyai garis pantai terbesar dengan nilai 81.000 Km atau wilayah pantai 5,8 juta Km² berdasarkan data stasistik nasional Indonesia terkenal dengan keindahan bahari dan perlindungan konservasi bahari, salah satunya adalah hutan mangrove. Tanaman mangrove adalah tanaman yang dapat tahan terhadap air payau dan air laut. Kehidupannya tanaman mangrove mempunyai banyak manfaat, diantaranya adalah kehidupan fauna yang berada pada ekosistem mangrove.
Tanaman mangrove mempunyai fungsi penting, yaitu mencegah abrasi air laut, remidiasi limbah cair, dan gelombang pantai. Menurut (Spalding et al. 2001) dalam Herny Purnobasuki (2011) mangrove Indonesia mempunyai 45 spesies dan beberapa mangrove mempunyai peranan penting terutama manfaat ekologi, dan beberapa dijadikan pangan dan obat. Garis pantai Indonesia yang besar, maka pertumbuhan tanaman mangrove ini juga besar. Menurut (Ahmad Dwisetiawan, dan Kusomo Winarno. 2011) menyatakan bahwa mangrove Indonesia sangat terluas, hal ini dilihat dari pertumbuhannya pada lahan pasang-surut, dan beberapa garis pantai di Indonesia. Akan tetapi, perawatan dan pemeliharaan mangrove mempunyai banyak kendala terutama SDM (sumber daya manusia) yang belum mengerti manfaat dari tanaman mangrove dan potensi yang dihasilkan.
Apabila potensi yang dihasilkan terutama dapat menyeimbangkan faktor abiotik dan faktor biotik secara ekologi maka mangrove bisa mencapai pertumbuhan ekonomi Nasional. Menurut (Dewanti et al. 1990) dalam Mudian Paena dan Asbar (2001) mangrove secara ekologis mempengaruhi keseimbangan ekosistem kawasan pesisir pantai dan mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Secara ekonomis, mangrove mempunyai potensi adalah sebagai berikut. (1) tempat hidup yang cocok bagi berbagai jenis ikan, udang, maupun kepiting; (2) potensial untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian, pertambakan, dan penggaraman; (3) dapat dikembangkan menjadi daerah wisata (eco-tourism). Jadi kalau melihat poin ke-2 potensial untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian bisa dikatakan dapat mempergunakan agroekosistem untuk memanfaatkan potensial yang ada, terutama mengembangkan agroekosistem.
Agroekosistem ini sangat dibutuhkan terutama untuk merealisasikan ekologi dan manfaat yangdiperolehnya. Menurut (R Soedrajad, 2011) agar agroekosistem dapat tercapai ada 4 tahap yang perlu diketahui, diantaranya. (1) Sesuai dengan daya dukung agroekosistem; (2) Dapat berproduksi secara konstan dari waktu ke waktu; (3) Dapat berproduksi secara terus-menerus tanpa menurunkan daya dukung dari agroekosistem; dan (4) Dapat menyeimbangkan antara kebutuhan, lingkungan, sosial, budaya, ekonomi. Pantai lontar merupakan pantai yang tereletak di Desa Pontang, Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang yang garis pantai 16.526.2537 Ha (Bapedal-KLH.2002). dengan potensial yang besar, ternyata tidak dilakukan sebuah perawatan dan pemeliharaan terhadap tanaman mangrove, yang mengakibatkan berkurangnya populasi tanaman mangrove pada daerah tersebut.


PENGEMBANGAN AGROEKOSISTEM MANGROVE DI PANTAI LONTAR
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).
Pengembangan agroekosisitem mangrove di Indonesia keberadaanya sangat dibutuhkan, dalam hal ini mangrove yang keberadaannya di pesisir pantai Indonesia sangat banyak, tetapi tingkat kerusakan mangrove sangat parah dan cendrung tidak terawat dengan karena beberapa faktor, salah satu yang diakibatkan dari aktivitas manusia yang merusak ekosistem perairan Indonesia dalam hal perusakan hutang mangrove. Kerusakan pesisir pantai yang dialami oleh pantai lontar serang Banten adalah bukti nyata, yang kondisi saat ini sangat memprihantinkan dikarenakan rusaknya ekosisitem bibir pantai dirusak oleh penambang pasir di pantai lontar, sesuai dengan hal ini pula mangrove yang ditanam ada sebagian yang mati dan rusak oleh ulah manusia itu sendiri adapun dampak yang di akibatkan dari rusaknya mangrove itu sendiri akan berdampak terhadap keamanan manusia dan pembangunan kawasan pesisir dari bahaya bencana pesisir seperti erosi, banjir, gelombang badai dan tinggi. Jika tidak di tanggulangi secara serius dapat dibayangkan dampak luas dari tidak adanya mangrove di pesisir pantai. Sesuai dengan hal ini kebutuhan mangrove di pesisir pantai pontang sangatlah di butuhkan keberadaanya, karena garis pantai atau bibir pantai lontar sudah habis akibat abrasi air laut dan keberadaan penambang juga memperburuk keadaan kerusakan ekosistem pantai lontar.

PENANGGULANGAN KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI PANTAI LONTAR DENGAN KONSEP EDUKOSTEL
Mangrove merupakan tumbuhan yang tumbuh di periran yang mempertemukan antara arus sungai yang bermuara ke laut, dan juga tumbuh di perairan laut yang laut merupakan perairan yang memiliki kadar garam yang tinggi, tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan yang pertumbuhan sangat lama untuk menjadi besar dibutuhkan sebesar 5-6 Tahun. Adapun fungsi dari mangrove itu sendiri secara fisik hutan mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan dan gelombang dan angin kencang; mencegah intrusi garam (salt intrution) ke arah darat; mengolah limbah organik, dan sebagainya. Hutan mangrove mampu meredam energi arus gelombang laut, seperti tergambar dari hasil penelitian Pratikto et al. (2002) dan Instiyanto et al. (2003).
Pratikto et al. (2002) melaporkan bahwa di Teluk Grajagan – Banyuwangi yang memiliki tinggi gelombang tersebut sebesar 1,09 m, dan energi gelombang sebesar 1493,33 Joule, maka ekosistem mangrove di daerah tersebut mampu mereduksi energy gelombang sampai 60%, sehingga keberadaan hutan mangrove dapat memperkecil gelombang tsunami yang menyerang daerah pantai.
 Konsep edukostel hadir dengan memberdayakan pemuda dan tokoh masyarakat, dalam edukasi konservasi ekosistem hutan mangrove. Pemerintah, dan pihak-pihak lain mengadakan sebuah pelatihan yang diikuti oleh pemuda dan tokoh masyarakat dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dalam pelatihan tersebut seorang pelatih memberi materi tentang manfaat pelestarian ekosistem hutan mangrove, teknik budidaya, serta memberi solusi pemecahan masalah secara ilmiah di bidang lingkungan secara berkelanjutan. Dalam pelatihan tersebut dilatih untuk memahami permasalahan lingkungan sekitar ekosistem mangrove kemudian dibimbing untuk mendiskusikan proses-proses langkah solutif dalam menangani permasalahan ekosistem. Masyarakat diminta untuk menyiapkan bibit unggul mangrove yang akan dibudidayakan dalam persiapan pelestarian hutan mangrove dimasa mendatang. Dalam jangka waktu berkala, tokoh masyarakat setempat melakukan proses monitoring untuk mengetahui perkembangan ekosistem mangrove yang sedang dilestarikan. Monitoring tersebut bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan proses pelestarian ekosistem mangrove agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Harapan setelah selesai mengikuti pelatihan tersebut, peserta latihan yang terdiri dari pemuda dan tokoh masyarakat memiliki paradigma yang benar tentang pentingnya ekosistem hutan mangrove dengan fungsinya yang beragam. Jika pelaksanaan pelatihan telah selesai dan peserta dirasa sudah memahami dan memiliki kapabilitas dalam merehabilitasi dan menjaga ekosistem hutan mangrove, maka peserta tersebut akan memberikan sebuah keteladanan dalam tindakan nyata untuk merehabilitasi dan menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove kepada masyarakat disekitarnya, setelah itu masyarakat sekitar akan terdorong beserta para peserta dalam upaya merehabilitasi dan menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove.

DAFTAR PUSTAKA
Budi, Setyawan Wahyu.2010. Ilmu Kelautan.Pengamatan Terhadap Mangrove
yang Ditaman di Pesisir Utara Pulau Jawa Bagian Barat. Edisi 15 (2):91 - 102. Djamal Irwan, Zoer’aini. 2007. Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan
dan Pelestariannya. Jakarta : PT Bumi Aksara. Dwi Setyawan, Ahmad., Winarno, Kusumo.2006. Biodiversitas.Pemanfaatan
Langsung Ekosistem Mangrove di Jawa Tengah dan Penggunaan Lahan di
Sekitarnya; Kerusakan dan Upaya Restorasi. Edisi 7: 282-291. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Mitchell, Bruce, B.Setiawan, dan Hadi Rahmi, Dwita. 2007. Pengelolaan Sumber
daya dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mulyadi, Edi, Hendriyanto, Okik, Fitriani, Nur. 2008.Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan.Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata.Edisi 01:51 - 58. Paena, Mudian, Asbar. 2001. Sains Akuatik. Valuasi Nilai Manfaat Ekonomi
Ekosistem Mangrove Swadaya Masyarakat Di Wilayah Pesisir Desa
Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai Sulewesi Selatan. Edisi: 10:28-35

Implementasi Konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai Landasan Multikulturalisme Bangsa Indonesia




            Indonesia adalah salah satu negara yang multikultural terbesar didunia, kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari sosio kultur yang begitu beragam. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010. (Wikipedia)
Namun keragaman suku di Indonesia masih menimbulkan berbagai macam konflik yang dihadapi bangsa ini. Dimulai dari perselisihan kecil yang melibatkan  satu-dua orang yang kemudian menyebar dan menjadi konflik antar suku ataupun  antar agama. Konflik-konflik yang tak kunjung reda melahirkan kerusuhan-kerusuhan  di beberapa wilayah di Indonesia yang melibatkan suku-suku yang berbeda di wilayah tersebut dan mengganggu stabilisasi negara. Contoh konkrit terjadinya tragedi pembunuhan besar-besaran terhadap pengikut partai PKI pada tahun 1965, kekerasan etnis cina di Jakarta pada bulan mei 1998, dan perang antara Islam dan Kristen di Maluku Utara pada tahun 1999-2003.
Padahal Negara Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, makna Bhinneka Tunggal Ika semakin luntur. Sudah tampak kecondongan terpecah belah, individualis dengan dalih otonomi daerah, perbedaan SARA, tidak lagi muncul sifat tolong menolong atau gotong royong. Banyak anak muda yang kurang mengenal makna Bhineka Tunggal Ika, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia merdeka memudar begitu saja.
Oleh karena itu, maka perlu sebuah konsep yang menawarkan suatu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep yang menciptakan pemanfaatan multikulturalisme yang ada dimasyarakat. Implementasi dari konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan multikulturalisme menjadi gagasan yang solutif dari permasalahan tersebut, agar terciptanya konsep yang mewujudkan persatuan bangsa.

Keanekaragaman budaya bangsa Indonesia menunjukkan sesuatu kekayaan budaya yang merupakan modal dan landasan bagi pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa. Kebhinnekaan sistem sosial dan budaya Indonesia merupakan kenyataan yang tidak mungkin diingkari. Dengan keanekaragaman yang ada pada bangsa Indonesia ini tidak diharapkan  menuju ke arah perpecahan, tapi harus menuju pada persatuan dan kesatuan bangsa.  Sebagaimana makna yang terkandung dalam slogan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.  (wikipedia). Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural dibangun di atas keanekaragaman. (etnis, bahasa, budaya, agama dan lain-lain).
Bhinneka Tunggal Ika memiliki konsep sebagai landasan multikulturalisme. Multikulturalisme secara sederhana dapat dikatakan pengakuan atas pluralisme budaya. Pluralisme budaya bukanlah suatu yang given tetapi merupakan suatu proses internalisasi  nilai-nilai didalam suatu komunitas. (Tilaar,  2004)
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Konsep kebudayaan sendiri asalnya dari bahasa Sansekerta, kata buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi   yang berarti “budi” atau “akal” (Soerjono  Soekanto,  1990). Oleh  karena  itu,  kebudayaan  dapat  diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”.
Multikulturalisme memiliki sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Sebagai sebuah ide atau ideologi, multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta  didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.
Prinsip Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai-nilai seperti : inklusif, terbuka, damai dan kebersamaan, kesetaraan, toleransi, musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Sejalan dengan prinsip, berikut ini adalah langkah-langkah untuk mengimplementasikan konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan multikulturalisme untuk mewujudkan persatuan bangsa :
1.        Perilaku inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif. Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.
2.        Sikap rukun dan damai
Sikap toleransi, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sebaik-baiknya, agar mewujudkan kedamaian dan rasa aman.
3.        Musyawarah untuk mencapai mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan “musyawarah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepakatan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.
4.        Sikap kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan.
Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang multikulturalisme, serta mau dan mampu mengimplementasikan secara tepat dan benar, maka Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu selamanya. Seperti pepatah yang mengatakan “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.”



DAFTAR PUSTAKA
H.A.R Tilaar. 2004. Kekuatan dan Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Rajawali Pers
http://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika (Diakses pada tanggal 22 September 2014)
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia (Diakses pada tanggal 22 September 2014)

- Copyright © Kanvas Alfabet - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -